Selasa, 25 November 2014

Model-Model Komunikasi



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Manusia adalah mahluk sosial yang selalu berinteraksi satu sama lain, baik itu dengan sesama, adat istiadat, norma, pengetahuan ataupun budaya disekitarnya. Dan setiap manusia sangat membutuhkan itu semua, karena manusia tidak dapat hidup secara individu, dalam kehidupannya pasti membutuhkan pertolongan dari orang lain. Dan untuk mewujudkan itu semua diperlukan komunikasi yang baik.
Tidaklah asing bagi kita sebagai warga Negara Indonesia dengan adanya perbedaan budaya dikalangan masyarakat kita, karena mengingat begitu luasnya wilayah Indonesia. Hal ini patutlah membuat kita sebagai warga Negara Indonesia menjadi bangga akan kekayaan kebudayaan kita. Pada kenyataanya seringkali tidak bisa menerima atau merasa kesulitan menyesuaikan diri dengan perbedaan-perbedaan yang terjadi akibat interaksi tersebut, seperti masalah perkembangan teknologi, kebiasaan yang berbeda dari seorang teman yang berbeda dari asal daerah atau cara-cara yang menjadi kebiasaan (bahasa, tradisi atau norma) dari suatu daerah sementara kita berasal dari daerah lain.
Komunikasi itu muncul, karena adanya kontak, interaksi dan hubungan antar warga masyarakat yang berbeda kebudayaannya. Sehingga kebudayaan adalah komunikasi dan komunikasi adalah kebudayaan, begitulah kata Edward T. Hall. Jadi sebenarnya tak ada komunitas tanpa kebudayaan, tidak ada masyarakat tanpa pembagian kerja, tanpa proses pengalihan atau transmisi minimum dari informasi. Dengan kata lain, tidak ada komunitas, tidak ada masyarakat, dan tidak ada kebudayaan tanpa komunikasi. Disinilah pentingnya kita memahami hubungan antara komunikasi dan budaya.




B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian model-model komunikasi?
2.      Apa saja model-model komunikasi?
3.      Bagaimana komunikasi kontekstual berbasis budaya?


C.    Tujuan
1.      Mahasiswa dapat mengetahui apakah pengertian model-model komunikasi itu.
2.      Mahasiswa  dapat mengetahui apa sajakah model-model komunikasi itu.
3.      Mahasiswa  dapat mengetahui Bagaimana komunikasi kontekstual berbasis budaya.


BAB II
PEMBAHASAN


A.      Pengertian model-model komunikasi
       Untuk lebih memahami fenomena komunikasi, kita akan menggunakan model-model komunikasi. Model adalah representasi suatu fenomena, baik nyata ataupun abstrak, dengan menonjolkan unsur-unsur terpenting fenomena tersebut. Model jelas bukan fenomena itu sendiri, akan tetapi, peminat komunikasi, termasuk mahasiswa, sering mencampuradukkan model komunikasi dengan fenomena komunikasi. Sebagai alat untuk menjelaskan fenomena komunikasi, model mempermudah penjelasan tersebut. Hanya saja model tersebut sekaligus mereduksi fenomena komunikasi. Artinya, ada nuansa komunikasi laiinya yang mungkin terabaikan dan tidak terjelaskan oleh model tersebut.[1]
       Menurut sereno dan mortensen, suatu model komunikasi merupakan deskripsi ideal mengenai apa yang dibutuhkan untuk terjadinya komunikasi. Suatu model merepresentasikan secara abstrak ciri-ciri penting dan menghilangkan rincian komunikasi yang tidak perlu dalam dunia nyata.
       Seperti model pesawat terbang, model komunikasi kurang lebih adalah suatu replika, kebanyakan sebagai model diagaramatik dari dunia nyata. Oleh karena komunikasi bersifat dinamis, sebenaranya komunikasi sulit dimodelkan. Akan tetapi, seperti disarankan penggunaan model berguna untuk mengidentifikasi unsur-unsur komunikasi dan bagaimana unsur-unsur berhubungan. Sejauh ini terdapat ratusan model komunikasi yang telah dibuat para pakar. Kekhasan suatu model komunikasi juga dipengaruhi oleh latar belakang keilmuan (pedmbuat) model tersebut, paradigma yang digunakan, kondisi teknologis, dan semanagat zaman yang melingkunginya. Kita akan membahas sebagian kecil saja dari sekian banyak model komunikasi tersebut, khususnya model-model yang sangat populer.[2]      



B.     Model-Model Komunikasi
Model- Model Komunikasi dibuat untuk membantu dalam memberi pengertian tentang komunikasi dan juga untuk menspesifikasi bentuk-bentuk komunikasi yang ada dalam hubungan antar manusia.
Ada beberapa model komunikasi yang perlu diketahui dalam memenuhi komunikasi antar manusia, yaitu:[3]
Ø  Model S – R Model stimulus – respons (S-R) adalah model komunikasi paling dasar. Model ini dipengaruhi oleh disiplin psikologi, Model ini menunjukkan bahwa komunikasi itu sebagai suatu proses “aksi-reaksi” yang sangat sederhana. . Jadi model ini mengasumsikan bahwa kata-kata verbal, isyarat nonverbal, gambar dan tindakan tertentu akan merangsang orang lain untuk memberikan respon dengan cara tertentu. Pertukaran informasi ini bersifat timbal balik dan mempunyai banyak efek dan setiap efek dapat mengubah tindakan komunikasi. Sebagai contoh, ketika seseorang yang anda kagumi atau menarik perhatian anda tersenyum kepada anda ketika berpapasan di jalan, boleh jadi anda akan membalas senyumannya, karena anda merasa senang, pada gilirannya, merasa mendapatkan sambutan, orang tadi bertanya kepada anda “mau kemana?” lalu anda menjawab, “mau kuliah” ia pun melambaikaqn tangan ketika berpisah, dan anda membalas dengan lambaian tangan pula. Model S – R mewngabaikan komunikasi sebagai suatu proses, khususnya yang berkenaan dengan faktor manusia. Secara implisit ada asumsi dalam model S – R ini bahwa prilaku (respons) manusia dapat diramalkan.
Ø   Model Aristoteles Model ini adalah model komunikasi yang paling klasik, yang sering juga disebut model retoris. Model ini sering disebut sebagai seni berpidato. Menurut Aristoteles, persuasi dapat dicapai oleh siapa anda (etos-kepercayaan anda), argumen anda (logos-logika dalam emosi khalayak). Dengan kata lain faktor-faktor yang memainkan peran dalam menentukan efek persuatif suatu pidato meliputi isi pidato, susunannya, dan cara penyampaiannya. Aristoteles juga menyadari peran khalayak pendengar. Persuasi berlangsung melalui khalayak ketika mereka diarahkan oleh pidato itu ke dalam suatu keadaan emosi. Salah satu kelemahan  model ini adalah bahwa komunikasi dianggap sebagi fenomena yang statis. Disamping itu model ini juga berfokus komunikan yang bertujuan (disengaja) yang terjadi ketika seseorang berusaha membujuk orang lain untuk menerima pendapatnya.
Ø  Model Lasswell, Model ini berupa ungkapan verbal, yaitu : Who Says What In Which Channel To Whom With What effect. Model ini dikemukakan Harold Laswell tahun 1948 yang menggambarkan proses komunikasi dan fungsi-fungsi yang diembahkannya dalam masyarakat. Laswell mengemukakan tiga fungsi komunikasi yaitu: pertama, pengawasan lingkungan yang mengingatkan anggota-anggota masyarakat akan bahaya dan peluang dalam lingkungan, kedua, korelasi berbagai bagian terpisah dalam masyarakat yang merespons lingkungan, dan ketiga, transmisi warisan sosial dari suatu generasi ke generasi lainnya. Model Laswell sering diterapakan dalam komunikasi massa. Model tersebut mengisyaratkan bahwa lebih dari satu saluran dapat membawa pesan. Model Laswel dikritik karena model itu tampaknya mengisyaratkan kehadiran komunikator dan pesan yang bertujuan. Model ini juga dianggap terlalu menyederhanakan masalah. Tetapi seperti setiap model yang baik, model Laswell memfokuskan perhatian pada aspek-aspek penting komunikasi.
Ø  Model Shannon dan Weaver Salah satu model awal komunikasi dikemukakan Claude Shannon dan Warren Weaver pada 1949 dalam buku the mathematical theory of Communication. Model yang sering disebut model matematis atau model teori informasi itu mungkin adalah model yang pengaruhnya paling kuat atas model dan teori komunikasi lainnya.  Model Shannon dan Weaver dapat diterapkan kepada konteks-konteks komunikasi lainnya seperti komunikasi antar pribadi, komunikasi publik atau komunikasi massa. Sayangnya, model ini juga memberikan gambaran yang persial mengenai proses komunikasi.
Ø  Model Schramm, Wilbur Schramm membuat serangkai model komunikasi, di mulai dengan model komunikasi manusia yang sederhana (1945), lalu model yang lebih rumit yang memperhitungkan pengalaman dua individu yang mencoba berkomunikasi, hingga ke model komunikasi yang dianggap interaksi dua individu, yang mana model tersebut di sebut umpan balik (feed back), yang memainkan peran sangat penting dalam komunikasi, karena hal itu memberi tahu kita bagaimana pesan kita ditafsirkan baik dalam bentuk kata-kata sebagai jawaban, anggukan kepala, gelengan kepala, kening berkerut, menguap, wajah yang melengos, dan sebagainya. Ataupun tepuk tangan khalayak yang mendengar ceramah. Namun menurut Schramm, umpan balik juga dapat berasal dari pesan kita sendiri, misalnya kesalahan ucapan atau kesalahan tulisan yang kemudian kita perbaiki.
Ø  Model Newcomb Komunikasi adalah suatu cara yang lazim dan efektif yang memungkinkan orang orang mengorientasikan diri terhadap lingkungan mereka. Ini adalah model tindakan komunikatif dua orang yang disengaja. Model ini mengisyaratkan bahwa setiap sistem ditandai oleh suatu keseimbangan atau simetri,karena ketidakkeseimbangan atau kekurangan simetri secara psikologis tidak menyenangkan dan menimbulkan tekanan internal untuk memulihkan keseimbangan.
Ø  Model GerbnerModel Verbal : Seseorang mempersepsi kejadian dan bereaksi dalam situasi itu melalui berbagai pemaknaan untuk mebuat bahan-bahan yang dibutuhkan di dalam beberapa bentuk dan konteks dalam suatu isi dengan konsekuensi yang ada.Model Diagramatik : Seseorang mempersepsi kejadian dan mengirim beberapa pesan untuk pemancar yang akan mengirim sinyal kepada penerima. Pada transmisi ini, sinyal akan menghadapi gangguan dan menjadi SSSE untuk si tujuan. Model BerloModel ini dikenal dgn model SMCR, kepanjangan dari Source (Sumber), Message (pesan), Channel (Saluran), Reciever (penerima).Menurut model Berlo, sumber dan penerima pesan dipengaruhi oleh faktor : Keterampilan komunikasi,, Sikap, Pengetahuan, Sistem sosial, Budaya.Salah satu kelebihan model ini adalah model ini tidak terbatas pada komunikasi publik atau komunikasi massa, namun juga komunikasi antarpribadi dan berbagai bentuk komunikasi tertulis. Model ini bersifat heuristik (merangsang penelitian) karena merinci unsur-unsur yang penting dalam proses komunikasi dan lebih bersifat organisasional dari pada mendeskripsikan proses karena tidak menjelaskan umpan balik.
Ø  Model Westley dan MacleanMenurut pakar ini, perbedaan dalam umpan balik inilah yang membedakan komunikasi antarpribadi dengan komunikasi massa. Umpan balik dari penerima bersifat segera dalam komunikasi antarpribadi, dalam komunikasi massa bersifat minimal atau tertunda. Sumber dalam komunikasi antar pribadi dapat langsung memanfaatkan umpan balik dari penerima sedangkan dalam komunikasi massa sumber misalnya penceramah agama, calon presiden yang berdebat dalam rangka kampanye politik. Konsep pentingnya adalah Umpan balik, Perbedaan dan kemiripan komunikasi antarpribadi dengan komunikasi massa. Pesan ini juga membedakan pesan yang bertujuan dan pesan yang tidak bertujuan.
Ø  Model DeFleurSource dan Transmitter adalah dua fase yang berbeda yang dilakukan seseorang, fungsi receiver dalam model ini adalah menerima informasi dan menyandi baliknya mengubah peristiwa fisik informasi menjadi pesan.Menurut DeFleur komunikasi adalah terjadi lewat suatu operasi perangkat komponen dalam suatu sistem teoretis, yang konsekuensinya adalah isomorfisme diantara respons internal terhadap seperangkat simbol tertentu pada pihak pengirim dan penerima.
Ø  Model Tubbs Pesan dalam model ini dapat berupa pesan verbal, juga non verbal, bisa disengaja ataupun tidak disengaja. Salurannya adalah alat indera, terutama pendengaran, penglihatan dan perabaan.Gangguan dalam model ini ada 2, gangguan teknis dan gangguan semantik. Gangguan teknis adalah faktor yang menyebabkan si penerima merasakan suatu perubahan dalam informasi atau rangsangan yang tiba, misalnya kegaduhan. Ganguan semiatik adalah pemberian makna yang berbeda atas lambang yang disampaikan pengirim.
Ø  Model Gudykunst dan Kim Merupakan model antar budaya, yakni komunikasi antara budaya yang berlainan, atau komunikasi dengan orang asing.Menurut Gudykunst dan Kim, penyandian pesan dan penyandian balik pesan merupakan suatu proses interaktif yang dipengaruhi oleh filter-filter konseptual yang dikategprikan menjadi faktor-faktor budaya, sosial budaya, psikobudaya, dan faktor lingkungan.
Ø  Model Interaksional Para peserta komunikasi menurut model interaksional adalah orang-orang yang mengembangkan potensi manusiawinya melalui interaksi sosial, tepatnya melalui apa yang disebut pengambilan peran orang lain.Berbeda dengan model S-R yang lebih bersifat linier, model yang dikemukakan oleh George Herbert Mead lebih menganggap manusia merupakan makhluk yang lebih aktif reflektif, kreatif, menafsirkan, menampilkan perilaku yang lebih rumit, dan sulit diramalkan. Bukan hanya sekedar makhluk pasif yang melakukan sesutu berdasarkan stimulus dari luar tubuhnya.


C.     Komunikasi kontekstual berbasis budaya
Budaya satu berbeda dengan budaya lain dalam hal penerimaan terhadap orang asing. Ada budaya yang kurang terbuka terhadap kehadiran orang asing, lebih terbuka, dan ada budaya yang bersahabat dan kooperatif dengan orang asing. Perbedaan ini mempengaruhi tingkat kepercayaan dan terbuka tidaknya komunikasi dengan budaya tersebut.
Pemahaman budaya asing menekankan pada proses pengiriman dan penerimaan pesan diantara orang-orang yang berbeda budayanya. Dengan memahami perbedaan-perbedaan ini akan menjamin keberhasilan dalam melakukan komunikasi antarbudaya dalam suatu perusahaan.
 Para komunikator akan lebih efektif jika mereka dapat mengidentifikasi perbedaan, kemudian mampu menerima pesan dengan persepsi penerima seperti yang diinginkan pengirim. Kursus formal mengenai komunikasi antarbudaya ini nampaknya belum ada, namun orang-orang yang akan terlibat dalam komunikasi antarbudaya perlu memahami budaya asing tersebut, sehingga komunikasi dapat efektif. Lebih dari itu, apabila budaya tersebut juga menyangkut perbedaan bahasa maka mereka perlu mempelajari atau menggunakan bahasa yang dipahami oleh kedua belah pihak.
            Budaya masyarakat akan mempengaruhi bagaimana seseorang mengirim dan menerima pesan. Ketika seseorang berkomunikasi, mereka cenderung menggunakan asumsi budayanya sendiri, dimana mengangap orang lain mempunyai budaya, bahasa, dan persepsi seperti dirinya. Dengan demikian kita memperlakukann orang lain seperti kita ingin diperlakukan. Namun demikian, apabila yang diajak berkomunikasi tersebut kebetulan orang yang berbeda budaya dengan sender, makaaudience akan menerima pesan seperti persepsinya sendiri. Sehingga memperlakukan orang lain seperti kita ingin diperlakukan tidaklah cukup.
Pemahaman ini memunculkan cara pandang baru dalam berhubungan dengan audience, sender perlu memahami budaya audience dan memperlakukan sebagaimana merka ingin diperlakukan. Untuk itu sender perlu meningkatkan pemahaman budaya asing tersebut dari beberapa aspek berikut: kontekstual, etikal, sosial, dan non verbal.
Perbedaan kontekstual merupakan salah satu aspek yang membedakan antara budaya satu dengan budaya lain. Konteks budaya (cultural context) merupakan pola dari isyarat fisik, stimuli lingkungan, dan pesan implisit yang dikirimkan dalam komunikasi diantara anggota budaya tersebut. Dengan demikian antaran budaya satu akan berbeda dengan budaya lain dalam aspek kontekstual.
Dalam analisis lebih lanjut, perbedaan kontekstual ini tidak selaluberada pada dua kutub yang saling bertentangan, namun dapat digambarkan dalam satu garis kontinum. Bagaimana perbedaan kontestual dari beberapa negara dapat digambarkan sebagai berikut:
Ø  Konteks budaya pada tingkat rendah
Konteks budaya pada tingkat rendah artinya bahwa pada budaya tersebut lebih menekankan pada komunikasi verbal baik secara lisan maupun tertulis dan kurang memperhatikan pada pesan non verbal. Dalam prakteknya apa yang ingin disampaikan dantindakan yang diharapkan dari audience dinyatakan secara eksplisit dalam kalimat.Orang dengan konteks budaya rendah jikaada yang menyela sementara ia belum selesai berbicara akan mengatakan ” tunggu sampai saya selesai berbicara”. Orang-orang dari Jerman, Skandinavia dan Amerika pada umumnya dengan konteks budaya pada tingkat rendah.
Ø  Konteks budaya pada tingkat tinggi
Konteks budaya pada tingkat tinggi artinya bahwabudaya tersebut kurang menenkankan pada komunikasi verbal, tetapi lebih menekankan pada komunikasi non verbal dan situasi yang dibentuk dalam menyampaikan pesan. Sender mengharapkan audience memahami pesan yang disampaikan secara tidak langsung dari kata-kata yang disampaikan dan bahasa tubuh (gesture) yang menyertainya. Di dalam masyarakatnya sendiri aturan hidup sehari-hari tidak dinyatakan secara eksplisit dan langsung, tetapi dengan mempelajari isyarat-isyarat seperti bahasa tubuh, intonasi suara, dan tatapan mata dan bagaimana memberikan tanggapan yang diharapkan. Negara-negara yang masyarakatnya termasuk dalam konteks budaya tinggi adalah Jepang, China, Arab.
Ø  Konteks budaya pada tingkat menengah
Konteks budaya pada tingkat sedang artinya bahwa pada budaya tersebut penyampaian pesan dengan komunikasi verbal maupun non verbal pada tingkat yang relatif sama. Dalam menyampaikan pesan, inti pesan dinyatakan secara eksplisit dan sekaligus disertai dengan komunikasinon verbal. Negara-negara dengan konteks budaya pada tingkat menengah misalnya Italia dan Spanyol.


                                   

BAB I11
PENUTUP



A.    Kesimpulan
Komunikasi itu muncul, karena adanya kontak, interaksi dan hubungan antar warga masyarakat yang berbeda kebudayaannya. Sehingga kebudayaan adalah komunikasi dan komunikasi adalah kebudayaan, begitulah kata Edward T. Hall. Jadi sebenarnya tak ada komunitas tanpa kebudayaan. Disinilah pentingnya kita memahami hubungan antara komunikasi dan budaya.
Model adalah representasi suatu fenomena, baik nyata ataupun abstrak, dengan menonjolkan unsur-unsur terpenting fenomena tersebut. Model jelas bukan fenomena itu sendiri, akan tetapi, peminat komunikasi, termasuk mahasiswa, sering mencampuradukkan model komunikasi dengan fenomena komunikasi. Sebagai alat untuk menjelaskan fenomena komunikasi, model mempermudah penjelasan tersebut. Hanya saja model tersebut sekaligus mereduksi fenomena komunikasi. Artinya, ada nuansa komunikasi laiinya yang mungkin terabaikan dan tidak terjelaskan oleh model tersebut.
Model- Model Komunikasi dibuat untuk membantu dalam memberi pengertian tentang komunikasi dan juga untuk menspesifikasi bentuk-bentuk komunikasi yang ada dalam hubungan antar manusia.
Ada beberapa model komunikasi yang perlu diketahui dalam memenuhi komunikasi antar manusia, yaitu:
Ø  Model S – R Model stimulus – respons (S-R)
Ø  Model Aristoteles
Ø  Model Lasswell
Ø  Model Shannon dan Weaver
Ø  Model Schramm
Ø  Model Newcomb
Ø  Model GerbnerModel
Ø  Model DeFleurSource dan Transmitter
Ø  Model Tubbs
Ø  Model Gudykunst dan Kim
Ø  Model Interaksional
Perbedaan kontekstual merupakan salah satu aspek yang membedakan antara budaya satu dengan budaya lain. Konteks budaya (cultural context) merupakan pola dari isyarat fisik, stimuli lingkungan, dan pesan implisit yang dikirimkan dalam komunikasi diantara anggota budaya tersebut. Dengan demikian antaran budaya satu akan berbeda dengan budaya lain dalam aspek kontekstual.
Dalam analisis lebih lanjut, perbedaan kontekstual ini tidak selaluberada pada dua kutub yang saling bertentangan, namun dapat digambarkan dalam satu garis kontinum. Bagaimana perbedaan kontestual dari beberapa negara dapat digambarkan sebagai berikut:
Ø  Konteks budaya pada tingkat rendah
Ø  Konteks budaya pada tingkat tinggi
Ø  Konteks budaya pada tingkat menengah

B.     Kritik dan Saran
Mahasiswa perlu mengetahui pengertian dan model-model komunikasi beserta komunikasi kontekstual berbasis budaya. Dan dalam makalah diatas pemakalah mengharap terutama kepada Bapak Dosen Pengampuh beserta Teman-Teman Mahasiswa semuanya untuk memberi kritik dan saran karena makalah ini banyak kekurangan dan dengan adanya kritik dan saran tersebut kami bisa lebih baik.




                         DAFTAR PUSTAKA

Cangara, Hafidz, 2005, pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.
Liliweri. Alo. Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offest. 2003.
Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu komunikasi: suatu pengantar. Bandung: Rosda.









    





















[1] Deddy Mulyana: Ilmu Komunikasi. Hal 121
[2] Ibid.
[3]  Mulyana Deddy, Ilmu Komunikasi, Hal 133-162